Rumah Bubungan dari Kalimantan Selatan

1. Sejarah dan Perkembangan Rumah Adat Banjar 


Rumah adat banjar disebut juga rumah Bubungan. Rumah adat Bubungan sudah lahir sejak abad 16. Sebelum memeluk agama islam dan merubah namanya dari Pangeran Samudra menjadi Sultan Suriansyah Panembahan Batu Habang. Pada saat itu pula ia menguasai daeah Banjar.


Sebelum rumah adat Banjar berkembang yang sebelumnya rumah adat Banjar mempunyai konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan, kemudian yang tadinya segi empat memanjang mendapat tambahan di samping kiri dan kanan dan agak ke belakang ditambah sebuah ruangan yang berukuran sama panjang. Penambahan ini kalau dalam bahasa Banjar disebut juga disumbi. Sedangkan bangun di samping kiri dan kanan ada penambahan dan tampak menempel dan menganjung ke luar, orang Banjar biasa menyebutnya dengan Pisang Sasikat. Begitu juga dengan tambahan bangunan di kiri dan kanan disebut juga Anjung dan kemudian orang Banjar lebih nyaman dengan menyebut Rumah Anjung daripada Rumah adat Banjar.

Pada tahun 1850 di lingkungan kraton Banjar, khususnya di kraton Martapura yang dilengkapi bentuk bangunan lain. Ada juga rumah Palimanan bisa dsebut tempat penyimpanan harta kesultanan berupa emas dan perak, namun ruman Ba-anjung tetap menjadi rumah induk karena rumah tersebut istana tempat tinggal para Sultan.
Hal yang menarik dari rumah adat banjar adalah banyak sekatan-sekata khusus semisal Balai Laki adalah tempat tinggal menteri kesultanan, balai Bini tempat tinggal para pengasuh, Gajah menyusu tenpat tinggal keliuarga terdekat kesultanan yaitu para Gusti dan Anang. Banyak sekali yang bisa dijumpai dalam rumah adat seperti Gajag Baliku, Palembang dan Balai Seba.

2. Filosofi

Suku dayak lebih banyak dipengaruhi kepercayaan Kaharingan sehingga suku dayak percaya bahwa alam semesta dibagi menjadi dua bagian yang terdiri atas alam bawah dan alam atas, hal ini pun mempengaruhi juga trehdap bentuk pemisahan jenis dan bentuk rumah Adat Banjar sesuai dengan filsafat dan religi. Pengaruh tersebut melahirkan pemikiran terhadap keadaan di mana meresa seakan-akan tinggal di tengah-tegnah antara atas dan bawah, sementara itu dari dunia atas dan bawah dilambangkan dengan Mahalata dan Jata atau Suami dan Istri. Sedangkan rumah bubungan tinggi melambangkan berpadunya dunia atas dan bawah Dwitunggal Semesta.

Kepercayaan orang Banjar masih tinggi terhdap hal-hal yang besifat gaib, beigitupun dengan rumah yang mereka huni bahwa rumah dianggap sebagai tempat bersemayam makhluk gaib oleh para dewata seperti rumah Balai suku Dayak Bukit yang berfungsi sebagai rumah ritual. Pada masa Kerajaan Dipa, sosok nenek moyang diwujudkan dalam bentuk patung pria dan wanita disembah dan ditempatkan dalam istana. Pemujaan arwah nenek moyang yang berwujud pemujaan Maharaja Suryanata dan Putri Junjung Buih merupakan symbol perkawinan (persatuan) alam atas dan alam bawah Kosmogini Kaharingan-Hindu. Suryanata sebagai manifestasi dewa Matahari (Surya) dari unsur kepercayaan Kaharingan-Hindu, matahari yang menjadi orientasi karena terbit dari timur selalu dinantikannya sebagai sumber kehidupan, sedangkan Putri Janjung Buih berupa Lambang air sekaligus lambang kesuburan tanah sebagai Dewi Sri di Jawa.

Pada masa tumbuhnya kerajaan Hindu, istana raja merupakan kekuasaan bahkan dianggap ungkapan berkat dewata sebagai pengejejawantaan lambing Kosmos Makro ke Dalam Kosmos Mikro. Putri Junjung Buih sebagai perlambang “dunia bawah” sedangkan pangeran Suryanata perlambang “dunia atas”. Pada aristektur rumah Bubungan Tinggi pengaruh unsur-unsur tersebut masih ditemukan. Bentuk ukiran naga yang tersamar melambangkan alam “bawah” sedangkan ukiran burung enggang melambangkan ukiran “alam atas”.

3. Kontruksi Bangunan dan Bagian Rumah Adat Banjar

1. Pondasi, tiang dan tongkat
Kalimantan adalah pulau dengan hutan hujan tropis terluas di Indonesia, maka dari itu wajar jika daerah Kalimantan kebanyak daratan yang berawa-rawa dan terdapat banyak sungai , salah satunya dalah sungai Kapuas, yakni sungai terpanjang di Indoesia. Tidak heran peranan pondasi, tiang dan tongkat berperan penting dalam konstruksi bangunan di daerah Kalimantan. Biasanya pondai rumah menggunakan Kayu Kapur Naga atau Kayu Galam. Sementar tiang dan tongkat menggunakan kayu ulin, jumlahnya bisa mencapai 60-120 batang.

2. Dinding
Dinding rumah adat Banjar menggunakan papan yang dipasang berdiri. Untuk menempalkannya menggunakan Turus Tawing dan Balabad. Papanya sendiri terbuat dari papan ulin sebagai dinding muka. Ada juga dinding menggunakan Palupuh. Sedangkan pada bagian samping, belakang juga dinding Tawing Halat menggunakan kayu Ulin atau Lanan. Selain itu pada bagian atap terbuat dari sirap dengan bahan kayu Ulin atau atap rumbia.

4. Jenis-jenis Rumah Banjar

1. Rumah Adat Bubungan Tinggi

Ciri-ciri

  • Atap Sindang langit tanpa flapon
  • Tangga naik selalu ganjil
  • Pamedangan diberi lapangan kelilingya dengan Kandang Rasi Berukir.
  • Selain itu ada juga kontruksi bangunan Rumag menjadi ciri khas diantaranya:

  1. Tubuh bangunan yang memanjang lurus ke depan, merupakan bangunan induk.
  2. Bangunan yang menempel di kiri dan kanan disebut Anjung
  3. Bubungan atap yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi
  4. Bubungan atap yang memanjang ke depan disebut atap Sindang Langit
  5. Bubungan atap yang memanjang ke belakang disebut atap Hambin Awan

2. Rumah Adat Gajah Baliku

Ciri-ciri Rumah Adat Gajah Baliku:
  • Atap jurai, hidup bapicik bentuk muka dengan kata lain membentuk perisai
  • Ambin terbuka kiri/kanan Anjung
  • Atap bubungan tinggi
  • Atap sindang langit tidak ada kecuali pada kedua anjung
  • Terdapat penampik besar
3. Rumah Adat Gajah Manyusu

Ciri-ciri Rumah Adat Gajah Manyusu

  • Tubuh bangunan induk memakai perisai bunting atau dengan bahasa banjar disebut atap gajah hidung Langit bapicik yang menutupi serambi yang disebut pamedangan.
  • Pada teras terdapat 4 buah pilar yang emper depan atau dalam bahasa banjar disebut karbil yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sidang Langit. Karbil pada teras diganti model konsol.
  • Pada Tawing Hadapan terdapat tangga naik yang disebut tangga Hadapan dengan posisi lurus ke depan.
  • Terdapat serambi yang disebut Pamedangan yang menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi. Serambi dapat dibuat dengan ukuran kecil pada salah satu sudut, Anjung memakai atap sengkuap yang disbeut Atap Pisang Sasikat
4. Rumah Adat Balai Laki

Ciri-ciri:
  • Memakai tebar layar yang disebut Tawing Layar
  • Tubuh bangunan indik memakai pelana, kalau dalam bahasa banjar disebut atap Balai Laki yang menutupi serambi Pamedangan.
  • Terdapat serambi Sambutan 4 buah yang menyangga emper depan (karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang langit. Kadang diganti dengan konsol.
5. Rumah Adat Balai Bini

Ciri-ciri:
  • Atap merupakan atap jurai
  • Di kedua anjung terdapat atap Sindang Langit
  • Pamedangan disambung dengan pisang sasikat
  • Pemedangan ditutup dengan kandang Rasi
  • Paluaran menggunakan tataban
6. Rumah Adat Palimbangan

Ciri-ciri:
  • Anjung memakai atap pelana dengan Tawing Layar yang menyambung dengan atap emper samping dan depan (Sindang Langit).
  • Tubuh bangunan induk memakai pelana atau dalam bahasa Banjar disebut Balai Laki yang menutup serambi Pamedangan.
  • Bentuk bangunan lebih besar dari rumah Adat Balai Laki.
  • Pada Serambi Sambutan terdapat enam buah pilar yang menyangga emper depan (karbil) yang memakai atap sengkuap yang diteruskan ke emper samping kanan dan kiri dengan beberapa buah pilar tambahan.
  • Pada dinding sisi depan yang disebut Tawing Hadapan terdapat 1 pintu masuk (Lawang Hadapan).
  • Teras menggunakan pagar Kandang Rasi.
  • Tangga masuk lurus dari arah depan menyambung karbil.
  • Pintu Tawing Halat terdapat dua buah.
  • Kadang-kadang ruang Anjung diganti dengan “Ambin Sayup” yang beratap pelana dengan pintu masuk samping menjadi semacam pavilion.
  • Ada kemiripan dengan Rumah Jawa type “Kampung Dara Gepak”/”Kampung Lawakan”.
7. Rumah Adat Palimasan
Rumah Adat Palimasan dibagi dua yaitu:

Rumah Adat Palimasan dengan Anjung
Ciri-ciri:
  • Terdapat ujung dengan atap perisai yang disebut Ambin Sayup/Anjung Sarung.
  • Tubuh bangunan induk memakai atap perisai yang menutupi semabi Pamedangan.
  • Terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan yang memakai atap sengkuap yang disebut atap sindang langit pada serambi sambutan.
  • Pada dinding Tawing Hadapan terdapat 1-3 pintu depan.
  • Teras menggunakan Kandang Rasi.
  • Tangga Hadapan kembar ke kanan dan ke kiri.
Rumah Adat Palimasan tanpa Anjung (Rumah Gajah)
Ciri-ciri:
  • Tubuh bangunan induk memakai atap perisai (atap gajah) yang metupi serambi pamedangan.
  • Pada teras terdapat 4 buah pilar yang menyangga karbil yang memakai atap sengkuap yang disbut Sindang Langit.
  • Tawing Hadapan terdapat 1-3 pintu depan.
  • Serambi yang dinamakan pamedangan menggunakan pagar susur yang dinamakan Kandang Rasi.
  • Tangga Hadapan kembar ke kanan dan ke kiri.
8. Rumah Adat Anjung Sarung atau Rumah Cacak Burung

Rumah adat ini biasa dihuni oleh warga biasa seperti petani dan pedagang. Cacak Burung berarti Tanda Tambah. Diambil dari namanya saja maka tidak heran jika bentuk rumah berbentuk tanda tambah.

Rumah ini termasuk jenis Rumah Anjung Surung. Karena bantuk dengan atap posisi menyorong (bukan memakai atap Sasikat) maka dinamakan Rumah anjung Surung. Rumah ini banyak didirakan di tepi sungai, namun ada juga jauh dari tepi sungai tetapi tetap dengan orientasi sungai.

9. Rumah Adat Tadah Alas

Ciri-ciri:
  • Tubuh bangunan induk memakai atap perisai yang menutupi ruang Ambin Sayup.
  • Terdapat dua jendela variasi di depan ruang Paluaran/ Ambin Sayup.
  • Memakai tambahan satu lapis atau perisai pada bagian paling depan yaitu atap yang menutupi kanopi paling depan dari bangunan yang menutupi serambi terbuka/Pamedangan yang berukuran kecil menjorok ke depan yang ditopang dua pilar.
  • Pada sayap bangunan (Anjung) memakai atap sengkuap (lessenaardak) yang disebut atap Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggui dan Rumah Bali Bini.
  • Sayap bangunan memakai atap perisai.
10. Rumah Adat Joglo Gudang

Rumah Joglo atau disebut juga Rumah Bulat banyak ditemui di darah Pontianak Kalimantan Barat. Sebagai perluasan rumah Joglo banyak juga ditemui di berbagai desa Penghulu, Marabahan, Barito Kuala.. Terdapat 3 susunan atap limas yang berderet ke belakang dengan satu tambahan atap limas yang kecil di bagian paling belakang atau dapur disebut dengan Padu.
Rumah Joglo disebut juga Rumah Gudang terdapat di kota Banjarmasin yaitu satu buah atap limas yang disambung atap Sindang Langit di depan dan terdapat atap Hambin Awan di bagian belakang.
Kata Joglo atau Gudang secara etimologis dipengaruhi dari rumah Joglo di daerah Jawa. Sedangkan kata “Gudang” sesuai dengan namanya. Maka kata Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil hutan, karet yang merupakan komoditas perdagangan pada zaman dulu.
Orang-orang Tionghoa-Banjar di darah Banjarmasin tepatnya di desa Sungai Jingah lebih banyak menempti rumah jenis ini.

11. Rumah Adat Lanting
Ciri-ciri:
  • Bubungan memakai atap pelana.
  • Memakainlandasan pelampung agar rumah tersebut mengapung dengan tiga batang besar pokok kayu, di atasnya terdapat gelagar ulin sebagai dasar bangunan.

Source : kebudayaanindonesia.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Download] AKB48 35th single - Mae Shika Mukanee